Jumat, 27 September 2013

“Bukan Harapan Palsu”

“Tersenyum mungkin hanya topeng belaka. menangis mungkin hanya luapan emosi saja. tapi perasaan ini membuatku tersenyum dan menangis.  apa perasaan itu hanya topeng? atau apa perasaan itu hanya luapan emosi semata? bukan. perasaan ini nyata, perasaan ini terjebak dan tak bisa ku ungkapkan.”

         Aku sudah mulai mengantuk, dan kuputuskan untuk berhenti mengetik lalu bergegas beranjak tidur. Sebelum sempat memejamkan mata tiba-tiba handphone ku bergetar, kulihat sejenak dan ternyata ada pesan masuk dari orang itu. Baru beberapa menit yang lalu aku menulis tentangnya, dan sekarang ia malah mengirimi ku pesan “selamat malam dhit, mimpi indah ya..” aku terdiam, dan berfikir apakah aku perlu membalas pesannya? atau aku diamkan saja? Huft,. Sudahlah lebih baik aku tidur saja ini sudah terlalu larut, aku tak ingin terlambat ke sekolah esok hari..

         Zzzz hp ku bergetar. Sepagi ini sudah ada pesan masuk, ku lirik handphone ku dan ternyata dia lagi yang mengirimi ku pesan. “selamat pagi dhit, semangat ya buat hari ini..” hmm rasanya jahat sekali jika aku tak membalas pesannya, Semalam pesannya sudah tak ku balas, masa iya pagi ini juga tak ku balas. Yasudahlah lebih baik aku membalas pesannya, “iya pagi juga ndu, semangat juga ya buat hari ini..”. aku meletakkan handphone ku dan mengambil tas lalu bergegas berangkat sekolah. “dhit..” Ibuku mengetuk pintu kamarku “Dhita, buka pintunya sayang..” aku membukakan pintu “iya mah ada apa?” Tanyaku “itu pandu sudah jemput kamu, sana cepat temui, kasihan dia kalau harus nunggu kamu lama-lama..” ibuku tersenyum “pandu? Hmm iya mah aku berangkat dulu ya”  “oh iya bekal kamu sudah mamah siapkan di atas meja, jangan sampai ketinggalan ya.” “iya mah, terima kasih ya.” Aku berpamitan pada ibuku, lalu segera menemui pandu..
“pagi dhit..” ucap pandu dengan diselingi senyuman. “ehm iya pagi juga ndu..” aku juga tersenyum. “mau berangkat sekarang dhit?” ia bertanya. “ya iyalah ndu, masa nanti, kalau terlambat bagaimana?” aku sedikit tertawa.. “oke bos, nih pake dulu helmnya dhit..” ia memberiku helm bergambar kucing pink lucu sekali.. “helmnya lucu, baru beli ya?” kataku bertanya “hehe iya, khusus buat kamu dhit, yaudah ayo berangkat, jangan lupa pegangan dhit takut jatuh nanti. Hehe..” dia tertawa..
Sesampainya disekolah kami berpisah diparkiran, kami tidak sekelas, dia XII IPS 2 sedangkan aku XII IPA 1. Ternyata keadaan disekolah masih sama, semua orang masih menatapku dengan tatapan aneh, mereka semua masih membicarakan gosip itu, gosip yang bercerita kalau aku dan pandu berpacaran. Ada apa dengan mereka semua? Aku tahu pandu itu cowok populer disekolah ini, dia adalah anggota band dan angota tim basket, dan aku sadar diri siapa aku dan siapa pandu, kami berbeda, aku hanya wanita biasa yang tak ingin menjadi populer, aku sekolah untuk berlajar dan mencari ilmu untuk masa depanku, aku tak ingin menjadi orang populer dan bergaul tanpa batas. Mengapa gosip itu masih terus dibicarakan siswa-siswi disini? Sudah hampir sebulan gosip itu menyebar tapi sampai sekarang tak kunjung menghilang. Ah come on guys, it’s just rumor. Pada kenyataanya kami hanya berteman..
“pagi dhit..” sapa lulu teman sebangku ku.. “iya pagi juga lu..” aku tersenyum “tadi pagi dianter pandu ya? Cie cie uhuk..” lulu tampak penasaran “iya lu, aku bingung deh, dia selalu nganter jemput aku padahalkan kita kan cuma teman biasa gak lebih.” Aku terdiam “mungkin dia beneran suka sama kamu dhit.” “ih apaan sih lu, engga mungkin ah, kita tuh beda..” kataku menepis kenyataan “gak ada yang tidak mungkin dhit, apapun bisa terjadi. Ehm jangan – jangan kamu beneran suka ya sama pandu? Ayo ngaku?..” lulu memojokanku. “apaan sih lu, engga kok” muka ku mulai memerah. “haha cie mukanya merah, jujur aja sih dhit..” “engga lulu, kamu apaan sih..” aku mulai cemberut. “inget dhit kalo kamu suka, ya bilang aja suka jangan bilang engga alias muna nanti nyesel loh.” Seketika itu aku terdiam.
Pada jam istirahat aku lebih senang menghabiskan waktuku ditaman sambil menghabiskan bekal buatan ibuku, daripada aku harus menunggu kursi dikantin kosong, itu tak akan mungkin terjadi.  Saat aku sedang asik membaca novel dan memakan bekal ku, pandu datang menghampiriku dan duduk disebelahku.. “hey dhit..” sapanya dengan senyuman “eh iya ndu, kamu udah makan? Mau nyobain bekal buatan ibuku gak?” aku bertanya. “hehe udah kok tadi dhit bareng sama anak-anak basket. Udah kamu habisin sendiri aja bekalnya aku kenyang banget nih  Hehe..” ia tertawa kecil. “beneran?” tanyaku sekali lagi.. “iya dhita, aku boleh kan nemenin kamu istirahat?” “loh kamu memang gak main basket ndu? Tumben..” aku tampak heran.. “engga dhit, lagi bosan hehe, kamu lagi baca apa?” tanyanya, “oh ini ndu novel, knp?” “dhit?” ia menatapku, dan aku menatapnya lagi.. “ada apa ndu?” ia mengusap sisa roti dibibirku.. “ada kotoran tadi, maaf ya dhit..” “oh iya gpp ndu..” aku tersipu malu.. ia tersenyum manis sekali, “ndu, itu kamu dipanggil teman kamu..” aku menunjuk ke arah lapangan basket. “pengganggu dasar, hmm yaudah aku kesana dulu ya dhit..” ia bangkit lalu aku pun juga ikut berdiri.. “iya ndu, aku juga mau kekelas..” aku tersenyum dan beranjak pergi “dhit..” pandu memanggilku.. “iya knp lagi ndu?” aku menoleh “kamu cantik hari ini..” pandu tersenyum dan say goodbye, aku tersipu malu dan bergegas kembali ke kelas..

         Bel pulang sekolah telah berbunyi, niatnya hari ini aku ingin pulang bersama lulu tapi pandu sudah berdiri didepan ruang kelasku, aku merasa tak enak jika menolak ajakan pandu, dia begitu baik dan aku tak ingin membuatnya kecewa. “hey dhit, hey lu” pandu menyapa kami “hey juga ndu” aku dan lulu menjawab sapaannya. “eh dhit, aku pulang duluan ya, keburu siang nih, hehe dah dhit, dah ndu..” lulu tersenyum “eh iya lu titi dj yoo..” pandu say bye pada lulu “iya lulu hati-hati dijalan ya..” aku juga tersenyum, lulu meninggalkan aku dan pandu berdua, dan kami mulai berjalan menuju parkiran “dhit..” pandu menatapku “iya, knp ndu?” perasaanku mulai tak karuan. “eh gak jadi deh, hehe” pandu tertawa dan aku hanya tersenyum. “senyum kamu indah dhit..” pandu tersenyum. “ah apasi kamu ndu, gombal terus..” “kok gombal sih, engga kok, aku serius dhita..” pandu berhenti melangkah tepat dekat dibangku dekat lapangan basket “kok berhenti ndu?” aku tampak heran “dhit.. aku mau ngomong tapi aku bingung gimana cara ngomongnya..” ia terlihat malu-malu “hmm km mau ngomong apa ndu?” aku mulai resah, jangan-jangan pandu mau bilang kalau dia... “dhit, selama ini kamu anggap kita apa sih?”  ia menatapku “kita kan hanya berteman ndu..” aku tersenyum dan ia tercengang “oh iya kita kan cuma berteman ya dhit.” Ia tersenyum. “ia ndu, memang ada apasih?” aku mulai penasaran “ah engga kok dhit, lupakan aja hehe..” aku terdiam, dan sedikit kecewa ternyata ia tak membicarakan hal itu.. “dhit, kok diem? Yuk pulang keburu siang nih.” “eh iya ndu..” kami kembali melangkah..
###

            Semenjak pembicaraan sepulang sekolah seminggu yang lalu, pandu seakan menjauhkan diri padaku, entah apa salah diriku tapi yang jelas ia sudah tak menegorku lagi dan kini aku mulai merasa kesepian, aku mulai menyadari bahwa selama ini aku menyukainya dan aku berharap lebih padanya. Aku masih ingat ketika pertama kali pandu dan aku bertemu, saat itu aku sedang menangis karna pacar pertamaku mengkhianati cintaku, pandu mendekatiku karna ia melihatku menangis, ia mencoba membuatku tersenyum, dan ia mengusap air mataku dengan tangannya. Mulai saat itu aku dan pandu menjadi dekat, dan gosip – gosip mulai bertebaran. Tapi aku tak menanggapinya, aku merasa kami hanya sebatas teman, tapi lama-kelamaan aku mulai merasa perasaan ini tak hanya sebatas teman, aku menginginkan lebih dan mungkin aku terlalu munafik untuk mengakuinya. Aku menyesal karna akibat kemunafikanku aku dan pandu sekarang menjadi tak saling berteguran.

          Keesokan harinya saat aku memasuki gerbang sekolah aku melihat pandu dan vanya berangkat sekolah bersama, seketika itu aku merasa sakit, dan aku teringat kembali pada masa-masa dimana aku dan pandu berangkat sekolah bersama. Pandu menatapku, ia memerhatikanku saat ia memasuki gerbang sekolah menuju parkiran. Perasaanku mulai tak karuan, aku mulai berfikiran macam-macam, dan aku juga merasa sedih. Sesampainya dikelas aku hanya terdiam memikirkan pandu.. “selamat pagi dhit..” lulu menyapaku, dan aku hanya menatapnya. “dhit, kamu kenapa?” ia tampak heran “gpp kok lu.” Aku mencoba tersenyum “kamu gak kaya biasanya dhit, ada apa? Cerita aja..” lulu tersenyum.. “pandu lu..” aku mulai tak bersemangat “pandu kenapa?” “dia kaya ngejauh dari aku, dia juga udah gak pernah negor aku lagi lu..” wajahku terlihat murung “loh, kenapa?” lulu mulai penasaran dan aku cuma menggelengkan kepala. Lulu terdiam menatap arah white board. “tadi pandu berangkat sekolah bareng vanya lu.” “APAA?” lulu menatapku dan membuatku terkejut karna ia berteriak. “ssst, biasa aja dong lu, jangan teriak gitu liat tuh diliatin anak-anak. Ih..” aku mencoba menenangkanya “kok bisa sih dhit? Perasaan km deh yang berangkat sekolah sama pandu, tapi kenapa sekarang malah sama vanya? Aneh..” lulu tampak heran “aku gak tau lu, mungkin dia cuma php-in aku..” aku mencoba tersenyum “ya ampun, sabar ya dhita..” lulu mengelus-elus rambutku dan aku hanya tersenyum mencoba menahan kesedihan ini. “kamu jujur ya dhit, kamu beneran suka ya sama pandu?” lulu menatapku “ehm, dulu sih belum ngerasain apa-apa, tapi lama-kelamaan ngerasa nyaman banget deket sama pandu, dia juga kelihatan tulus banget lu” “oh jadi sekarang kamu bener-bener suka sama dia? kenapa kamu gak jujur aja sih ke dia..” “udah lah lu, biarin aja, toh dia kan sekarang lagi deket sama vanya, mungkin perhatian dia ke aku cuma harapan palsu..” aku tersenyum mencoba sabar menerima kenyataan “hmm, yaudah kamu yang sabar ya dhit..” lulu tersenyum...

          Pada jam olahraga aku mulai merasa tak enak badan, kepalaku terasa pusing sekali, tapi aku tetap paksakan karna hari ini ada pengambilan nilai senam. Saat memasuki lapangan aku melihat pandu sedang bermain basket bersama anak-anak tim basket, aku hanya menatapnya sebentar lalu mengalihkan pandanganku ke arah yang lain. saat sedang mendengarkan instruksi dari guru olahragaku sesekali aku melihat ke arah pandu, dan aku melihat ia sedang manatapku, saat aku menatapnya ia seakan salah tingkah dan mengalihkan pandangannya. Senam baru saja dimulai tapi aku mulai kehilangan keseimbangan, aku mencoba menahan pusing dikepalaku, aku mencoba bertahan tapi aku tak mampu, tiba-tiba aku terjatuh dan tak sadarkan diri..
Saat tersadar aku sudah berada di ruang uks dengan lulu disampingku.. “dhit kamu gpp?” ia mencoba membantuku bersandar. “kepalaku pusing bgt lu..” kataku sambil memegangi kening.. “yaudah nih diminum dulu obatnya, biar gak pusing lagi..” “terima kasih ya lu..” aku tersenyum.. “hehe iya dhit, tau gak tadi tuh pas kamu pinsan si pandu langsung lari ke arah kamu, trus dia gotong kamu sendirian ke ruang uks..” lulu tampak senyum-senyum sendiri.. “ masa sih? Kok dia gak nungguin aku disini?” aku tercengang “haha pengen bgt? Tadi dia panik bgt loh dhit, aku aja sampe nahan ketawa ngeliatin muka paniknya pandu..” lulu tertawa dan seketika itu aku tersenyum “kenapa dia peduli gitu ya sama aku? Aneh” “ya mungkin dia ada rasa kali dhit..” “gak mungkin lu, kalo dia ada rasa pasti dia gak bakal ngejauh.” “iya ya, gtau ah dhit gak ngerti sama jalan pikirannya si pandu..” “sama.. huft..”  aku mulai memikirkan pandu. “udah ah jangan dipikirin dulu dhit, inget kamu lagi sakit, nanti kalo banyak pikiran malah nambah sakit..” lulu mencoba mengingatkanku dan aku cuma bisa tersenyum....

        Keesokan harinya aku masih merasa tak enak badan, ibuku melarangku pergi kesekolah karna khawatir akan keadaanku, tapi aku tetap memaksakan untuk berangkat sekolah. Seperti kemarin pagi ini aku kembali bertemu dangan pandu dan vanya, mereka berangkat bersama lagi, saat itu rasanya aku ingin menangis saja, hatiku sakit, pikiranku mulai berpikir macam-macam. apa selama ini pandu hanya memberi harapan palsu? Mengapa ia hadir dan menghapus tangisku jika pada akhirnya ia pergi dan membuatku menangis lagi? Apa salahku pandu? Aku bergegas menuju kelas, aku melangkah sambil tertunduk mencoba menahan air mataku. Aku berjalan tanpa melihat arah dan sampai akhirnya aku menabrak seseorang, kami berdua terjatuh. Aku mengangkat wajahku dan melihat siapa orang yang ku tabrak. Orang itu menatapku, ternyata dia haikal teman pandu yang juga anggota tim basket. “eh sorry kal, aku gak sengaja..” aku meminta maaf sambil duduk tertunduk, haikal berdiri.. “dhita? Sini aku bantu berdiri..” ia tersenyum dan membantuku berdiri.. “maaf ya kal..” karena pikiran dan hati yang tak karuan tiba-tiba aku meneteskan air mata.. “loh loh, kok km nangis dhit? Duh jangan nangis dong gpp kok, jgn dipikirin tabrakan tadi.” Ia memegang pundakku, aku mengangkat wajahku dan tersenyum.. “maaf ya kal..” tiba-tiba haikal mengusap air mataku dan tersenyum “jangan nangis ah dhit. Ayo aku anterin ke kelas.” Dan aku hanya bisa mengangguk.
Sesampainya dikelasku haikal berpamitan lalu tersenyum, saat aku hendak masuk kekelas aku melihat pandu sedang menatapku dengan tatapan aneh.Keadaan hatiku makin tak karuan, aku bingung dan tak tau harus bersikap seperti apa. aku berjalan memasuki ruang kelas sambil termenung lalu lulu yang melihatku berbeda hari ini lalu menegurku saat aku baru saja duduk dikursi. “dhit, kamu kenapa? masih sakit?” lulu tampak khawatir. Dan aku hanya mengangguk. “kok sekolah sih? Kenapa gak istirahat aja dirumah dhita?” “gak enak dirumah, nanti malah bikin mamah khawatir, lagian ini cuma gak enak badan kok besok juga sembuh..” aku tersenyum “jangan suka ngegampangin penyakit dhita..” lulu tampak menggeleng-gelengkan kepala.
          
          Pada jam istirahat aku sebenarnya enggan keluar kelas,tapi  lulu mengajak ku ke kantin untuk membeli makanan dan kebetulan aku juga lupa membawa bekal ku. Sesampainya disana anak-anak dikantin tampak mengerubungi sesuatu, aku dan lulu mendekati kerumunan tersebut dan ternyata mereka semua mengerubungi vanya dan pandu, aku melihat vanya berbicara dan aku mulai menyimak pembicaraanya, ia ingin mentraktir anak-anak disini seketika itu aku bingung mengapa vanya mau mentraktir anak-anak disini, aku pun bertanya pada seseorang didepanku “hey, itu ada apa kok kalian semua mau ditraktir sama vanya? Dia ulang tahun ya?” kataku sambil memegang bahunya “bukan, itu si vanya neraktir anak-anak karena dia baru jadian sama pandu..” aku tercengang mendengar jawaban orang itu, rasanya aku ingin menangis saja, lalu aku keluar kantin sambil berlari dan lulu mencoba mengejarku. “dhita tunggu” lulu berteriak tapi aku terus berlari tanpa memperdulikan lulu sampai pada akhirnya aku menabrak haikal lagi. “duh dhita, kalo main kejar-kejaran sama lulu liat-liat jalan dong, mending kalo kamu nabrak aku, lah kalo kamu nabrak guru gimana hayo? Ia tersenyum dan lulu menghampiri kami “dhit, kamu gpp kan? Lulu tampak khawatir. Dan aku tak bisa membendung tangisku lagi dihadapan haikal dan lulu, aku hanya menutupi wajahku dengan kedua tanganku lalu menangis. “loh loh kok dhita nangis lagi? Ada apasih lu?” haikal tampak bingung. Lulu hanya terdiam dan aku masih menangis “ayo sini ikut aku dhit..” haikal menarik tanganku ke kursi di samping lapangan basket dan lulu mengikuti kami. kami bertiga duduk dengan aku berada ditengah. “pandu ya dhit?” haikal menatap wajahku yang dibasahi air mata, ia mengusap air mataku tapi air mataku terus mengalir. Aku menangis hingga tak bisa melanjutkan tangisku, lulu hanya memandangku dengan tatapan sedih dan khawatir. “dhit, jangan kaya gini dong, masa cuma karna haikal kamu jadi nangis kaya gini.” Haikal mencoba menyemangatiku. Aku menatapnya “kamu tau gak sih kal rasanya di php-in tuh kaya gimana? Sakit kal, sakit banget. Saat aku udah beneran yakin kalo pandu itu yang terbaik buat aku, pandu malah ngejauhin diri, dan terus sekarang dia malah jadian sama vanya, sakit banget kal diginiin, padahal yang waktu itu ngapus air mataku saat aku bener-bener terpuruk itu pandu, tapi sekarang kenapa harus dia juga yang buat aku nangis lagi kal?” aku mencoba mengungkapkan semua keluh kesah dihatiku. “aku kira kamu gak ada rasa dhit sama pandu..” haikal tampak heran dan aku mengalihkan pandanganku dari haikal “udah dhit, lupain aja pandu toh dia udah bahagia sama vanya. Kamu harus semangat dong, dhita yang aku kenal kan gak mudah putus asa.” Lulu tersenyum “kamu harus ikhlas dhit, kamu tuh cantik kamu juga baik dan kamu pintar, cowok mana sih yang gak mau sama kamu, aku aja mau. Hehe” haikal tertawa tapi aku tak menghiraukan ucapannya. “lu, kal, aku punya salah apa sih? Kok aku selalu disakitin sama cowok? Aku gak ngerti, aku bingung.” Aku termenung dan mataku mulai berkunang-kunang lalu aku bersandar dipundak lulu dan terpejam lalu tak sadarkan diri. Saat aku membuka mata, aku sudah berada dirumah, dan aku melihat ibuku berada disampingku dengan wajah khawatirnya. “mah..” aku menoleh ke arah ibuku. “ya ampun sayang, kamu gpp kan? Mamah khawatir sama kamu sayang.” Ibuku mengecup keningku. “maafin dhita ya mah udah buat mamah khawatir..” “gpp sayang, yaudah mamah ambilin kamu makanan dulu ya, terus kamu minum obat lalu istirahat.” Ibuku beranjak keluar kamarku. “mah..” panggilku lemah dan ibuku menoleh “iya sayang?” “tadi siapa yang nganterin aku pulang?” “hmm, itu cowok kalo gak salah namanya haikal..” aku hanya mengangguk dan ibuku bergegas keluar kamar.
Selama tiga hari aku terbaring dirumah dan selama tiga hari itu juga haikal selalu mengunjungiku dirumah, ia membawakan makanan favoritku, entah bagaimana ia bisa tau makanan favoritku. Seminggu berlalu aku telah kembali beraktivitas, dan  Setelah hampir sebulan aku dan haikal dekat aku mulai bisa melupakan bayang-bayang pandu dari hidupku. Haikal membuat hidupku jadi lebih baik. Dan aku benar-benar yakin haikal tulus melakukan itu karena ia sendiri yang membuatku percaya bahwa ia tak memiliki niat buruk terhadapku. Sampai pada akhirnya pandu mengetahui kedekatanku dengan haikal, lulu bilang bahwa pandu selalu memerhatikanku setiap kami bertemu, tapi aku sudah tak memperdulikan itu. Pandu telah bersama vanya dan aku rasa ia bahagia bersama vanya, kalau pandu bisa bahagia dengan orang lain aku juga harus bisa bahagia, aku tak boleh merasa sedih saat orang lain bahagia. Kebahagiaan itu berhak menjadi milikku. Itulah kata-kata penyemangat yang selalu haikal katakan padaku saat aku bersedih.

       Pada saat jam pulang sekolah aku menunggui haikal yang sedang berkumpul dengan tim basket di samping lapangan basket, tiba-tiba pandu mendekatiku entah apa maksudnya. “hey dhit..” ia tersenyum “iya ndu, knp?” jawabku dengan nada biasa “nungguin siapa dhit?” ia bertanya “haikal ndu.” Pandu tampak cemberut “kamu pulang bareng sama haikal?” ia kembali bertanya dan aku hanya mengangguk. “mau pulang bareng aku gak dhit?” seketika itu aku menatapnya “loh, emang kamu gak pulang bareng sama vanya ndu?” “engga, dia udah pulang duluan, gmn mau gak dhit?” “hmm gak deh ndu makasih, aku gak enak sama haikal..” lalu haikal mendekati kami. “ada apa nih?” kata haikal. Aku hanya terdiam. “kal, gue aja ya yang anter dhita pulang?” kata pandu “seh, tumben bgt bro, dhitanya emang mau?” belum sempat aku berbicara pandu sudah mengatakan “IYA” “oh yaudah gpp kok ndu, anterin ya sampe rumah, jangan ajak dhita kemana-mana nanti mamahnya khawatir.” Haikal tersenyum dan pandu juga tersenyum “loh kal? Gmn sih?” aku tampak bingung. “udah gpp dhit, kamu hati-hati dijalan ya.” Ia mengusap-usap rambutku dan tersenyum lalu say good bye kepada kami. aku hanya bisa diam, maksud haikal itu apasih? Kok dia malah setuju kalo pandu yang nganter aku. Bikin galau aja.. “ yaudah ayo dhit pulang..” tiba-tiba pandu memegang tanganku dan menggandengnya menuju parkiran. Aku bingung, dah resah maksud pandu ini apa? setelah kurang lebih 2 bulan ia menjauhkan diri tiba-tiba ia mendekati diri lagi padaku. Kenapa saat aku sudah bisa move on dari bayang-bayang pandu, dia malah dateng lagi. Sesampainya diparkiran aku hanya bisa diam. “dhit..” aku menoleh “knp?” “ini dipake dulu helmnya..” pandu memberiku helm bergambar kucing pink lagi, dan aku hanya terdiam berfikir sejenak. “kok diam dhit, knp?” “perasaan kemarin kamu gak bawa helm ini deh?” aku menatapnya “kemarin kapan?” “itu loh pas boncengan sama vanya, knp dia gk pake helm ini?” pandu tertawa “oh jadi selama ini kamu suka merhatiin aku sama vanya? Haha engga lah helm ini khusus buat kamu, gak ada cewek lain yg boleh make helm ini selain kamu.” ia tersenyum “oh gitu..” “yaudah ayo naik, udah siang banget nih nanti kamu dicariin mamah kamu..” dan aku hanya mengangguk.. diperjalanan kami hanya terdiam sampai pada akhirnya pandu mulai mengajakku berbicara.. “dhit..” “knp ndu?” “kamu ada hubungan apa sama haikal?” pandu berbicara dengan ragu-ragu.. “kami cuma teman..” “yakin? Kamu gak ada rasa dia?” “loh, apasih ndu kok jadi nanya kaya gitu, itu privasi aku loh..” wajahku berubah seketika.. “haikal itu suka modus loh dhit.” Jawaban pandu membuatku tercengang “bukannya kamu juga ya. Ehh” aku kelepasan. “apa dhit? Aku gak dengar.. syukur deh pandu gak denger.. “maksud ku haikal itu tulus kok, dia yang bilang sendiri ke aku kalau dia itu gak BERDUSTA ke aku.” Sengaja ku tinggikan nada bicaraku. “duh dhit, kamu tuh kepolosan kamu tau kan cowok suka modus modus gitu..” ia berbicara dengan percaya diri.. “loh bukannya kamu juga cowok ya ndu, berarti kamu juga suka modus dong?” aku mencoba menahan tawaku “oh iya haha, aku beda dhit, aku gak suka modus aku mah tulus..” ia tersenyum “bohonghasyim..” aku berpura-pura bersin.. “knp dhit? Itu tadi bersin apa sengaja ngucap kata bohong sambil bersin?” “bersin ndu..” aku tersenyum “oh bersin, pokoknya kamu harus hati-hati sama haikal, aku gak mau lihat kamu nangis lagi dhit..” aku kembali tercengang dan seketika itu kami sampai didepan gerbang rumahku.. selepasku turun dari motornya dan beranjak memasuki gerbang tiba-tiba pandu memegang tanganku, “knp?” aku menatapnya “kalo boleh jujur sebenernya aku gak suka ngeliat kamu deket sama haikal dhit..” pandu menatapku dan aku melepaskan pegangannya. “loh knp? Itu hak aku loh ndu, aku berhak deket sama siapa aja..” aku tak habis pikir, mau pandu itu apasih? “aku cuma gak mau lihat kamu nangis lagi dhit.” Ia mencoba menyakinkanku. “gampang banget ya ndu kamu ngomong kaya gitu. Kamu gak sadar kalo kamu yang buat aku nangis lagi.” Aku mengalihkan pandanganku dari wajah pandu. “aku minta maaf dhit, aku gak bermaksud buat kamu nangis. Aku sayang sama kamu dhit,knp sih kamu gak pernah peka?” aku meneteskan air mata.. “inget ya ndu, kalo kamu sayang kamu gak bakal ninggalin aku kaya gitu, baru beberapa hari kamu udah ninggalin aku dan beralih ke cewek lain, dan sekarang kamu malah jadian sama cewek itu. Itu yang namanya sayang? Kamu tuh cuma ngasih harapan palsu tau gak..” aku tak bisa menahan tangisku. Pandu terdiam dan mengusap air mataku. “aku pikir kamu gak pernah peka dhit sama aku, aku jadian sama vanya cuma ingin liat kepekaan kamu, dan aku sengaja nyuruh haikal buat deketin kamu untuk liat reaksi kamu. haikal bilang semua ke aku kalau kamu juga punya rasa yang sama kaya aku. Bahkan kamu sampe sakit karna mikirin perubahan aku. Kamu harus tau dhit aku khawatir bgt pas denger kamu sakit. Aku bingung gimana caranya ketemu kamu, karna aku berpikir kamu gak akan mau ketemu sama aku, makanya aku nyuruh haikal buat ngunjungin kamu dan bawain makanan kesukaan kamu sampai kamu bener-bener sembuh dhit. Kamu jangan salah paham dhit sama aku dhit, aku bener-bener sayang dan tulus sama kamu..” air mataku makin deras mengalir “kamu salah kalau kamu melibatkan orang lain dihubungan kita, kamu gak perlu masukin vanya dan haikal dihubungan kita, aku kecewa banget ndu sama kamu. aku gak pernah ngerti sama jalan pikiran kamu.” aku bergegas masuk kedalam gerbang tapi haikal menggenggam tanganku erat sekali. “dengerin aku dhit, haikal dan vanya itu sahabat aku, dan mereka sendiri yang bilang mau bantu aku. Kamu jangan salah paham ya..” ia tampak murung. Dan aku berusaha menghentikan tangisku “trus hubungan kamu sama vanya gimana? Bukannya kalian pacaran?” aku masih bingung “aku dan vanya hanya berpura-pura pacaran dhit, aku sengaja menyuruh vanya bicara seperti itu dikantin karna aku tahu hari itu kamu bakal ke kantin..” ia tersenyum “tau dari mana?” “lulu.” Ia masih tersenyum dan mengusap air mata yang berada di pipiku. “kamu kerja sama juga sama dia? ih jahat banget..” saat aku menatap pandu tiba-tiba haikal, vanya dan lulu datang membawa poster besar bertulisan “I’M SORRY DHIT, WE LOVE YOU.” Dan membaca bunga mawar merah banyak sekali, aku tak percaya akan semua ini, apakah ini mimpi? Tiba-tiba pandu menggenggam tanganku “dhit aku minta maaf udah buat kamu nangis bahkan sampai sakit, aku bener-bener gak kepikiran kalau kamu akan kaya gitu, dan sekarang aku kira ini waktu yang tepat untuk bilang aku sayang sama kamu dan aku ingin kamu jadi pacar aku..” ia tersenyum “aku juga sayang kamu ndu..” lalu kami berpelukan “CIEE..” haikal, vanya dan lulu meledek aku dan pandu. “kalian jahat..” aku tersenyum “CIUS? Walaupun jahat yang penting sayang kan? haha” kami semua tertawa.


-TAMAT-